Terbaru

Edward Zega Menyangkal Dugaan Surat Kesepakatan Bersama Pada Pilkada 2011 Yang Lalu Bukan Bentuk Gratifikasi Jabatan

Edward Zega | Foto: Budi Gea
Gunungsitoli,- Edward Zega yang pada saat ini masih menjabat sebagai Bupati Nias Utara menyangkal dugaan surat kesepakatan bersama yang dibuat pada tahun 2011 yang lalu saat mencalonkan diri dengan sebutan pasangan ENONI sebagai Kepala Daerah  bukan merupakan bentuk Gratifikasi Jabatan.

Hal itu diungkapkan Edward Zega kepada wartanias.com usai menghadiri acara peringatan 10 tahun terjadinya gempa bumi di Gunungsitoli, Sabtu (28/03/2015).

"Itukan komitmen pribadi kami, kan sudah saya jelaskan, itu komitmen dalam perjangan," ujarnya.

Ketika ditanya apakah hal itu merupakan bentuk gratifikasi jabatan, Edward Zega mengatakan surat kesepakatan bersama tersebut bukan bentuk gratifikasi jabatan. " Ah. Gak ada itu, gak ada, gak ada," ujarnya.

Sementara itu, Haogosochi Hulu yang dalam dugaan surat kesepakatan bersama tersebut menyatakan kesediaanya ditunjuk sebagai Sekretaris Daerah tetap setelah pasangan ENONI (Edward Zega dan Fangato Lase) memenangkan Pilkada 2011 Kabupaten Nias Utara mengaku belum melihat dan tidak tahu persis surat kesepakatan tersebut.

"Belum saya lihat, gak tahu persisnya yang mana itu. Lupa saya, Lupa saya, mungkin lain waktulah saya jelaskan," ucapnya kepada wartanias.com di Gunungsitoli, Sabtu (28/03/2015).

Seperti diberitakan sebelumnya, dugaan surat kesepakatan bersama antara pasangan Enoni (Edward Zega-Fangato Lase) yang dibuat di kecamatan lotu tahun 2011 yang lalu beredar di masyarakat.

Salah satu poin didalam surat kesepakaan bersama tersebut menyatakan bahwa apabila pasangan Enoni memenangkan Pilkada tahun 2011 dan menjadi Bupati dan Wakil Bupati Nias Utara periode 2011-2016, maka Haogosochi Hulu yang pada saat itu menjabat sebagai Plt.Sekretaris Daerah diangkat menjadi Sekda tetap. Menurut hukum kesepakatan tersebut merupakan bentuk gratifikasi jabatan.

"Kalau menurut saya, dugaan surat kesepakatan bersama tersebut jelas-jelas bisa masuk keranah hukum, karena kalau dilihat dari bunyi surat tersebut jelas bertentangan dengan Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2001,tentang pemberatasan tindak pidana korupsi, disana jelas dikatakan bahwa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Pegawai Negeri atau penyelenggara Negara dengan maksud supaya Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dapat dipidana,"Ujar Sudirman Ziliwu, Sekretaris GMPK Sumatera Utara.

Ditambahakan oleh Sudirman, penerima janji sekalipun dapat dipidana sesuai dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001tentang tindak pidana korupsi.

"Kalau penerima janji, pada pasal 12 dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya, dapat juga dipidana paling singkat 4 tahun dan paling lama pidana penjara seumur hidup," ujarnya. (Budi Gea)

Iklan

Loading...
 border=