Pancasila Sebagai Dasar Negara Mengatur Perilaku Negara
Hari ini negara dan bangsa Indonesia kembali memperingati Hari
Lahirnya Pancasila 1 Juni 1945 yang ke-71 tahun. Perbedaan peringatan
tahun ini dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yaitu adanya
penegasan pemerintah yang menetapkan 1 Juni sebagai hari nasional
melalui Keputusan Presiden yang akan dibacakan hari ini. Berbeda dengan
tahun-tahun sebelumnya, dimana 1 Juni diperingati “setengah-setengah
hati”.
Pidato 1 Juni 1945 oleh Ir. Sukarno mengusulkan Pancasila sebagai
dasar negara menjawab pertanyaan Ketua Badan Persiapan Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dr. Radjiman Wedyodiningrat mengenai
apakah dasar berdirinya negara Indonesia. Bung Karno menjelaskan dasar
negara yang diimpikannya, yakni Kebangsaan, internasionalisme atau
perikemanusiaan, demokrasi atau mufakat, kesejahteraan sosial, dan
ketuhanan, yang kelimanya dinamakan Pancasila.
Bung Karno menyimpulkan bahwa kelima dasar dari Pancasila tersebut
berdasarkan ringkasan azas gotong royong yang merupakan tradisi
Indonesia yang saling mendukung, saling berusaha, dan hormat
menghormati. Pandangan Sukarno tentang Pancasila merangkul Indonesia dan
seluruh dunia untuk memahami arti dari kemanusiaan, mempersatukan
prinsip-prinsip yang menyatakan kepentingan kaum lelaki maupun
perempuan, semuanya dalam keagungan Yang Maha Kuasa.
Pancasila telah diterima sebagai dasar negara atau pokok kaidah
fundamental negara, yang diterima sebagai konsensus atau keputusan
politik yang diambil oleh para pendiri negara. Dengan menerima Pancasila
sebagai dasar negara berarti tiap-tiap suku, golongan, agama dan
kebudayaan bersedia untuk tidak memutlakkan cita-cita golongannya
sendiri, tetapi sekaligus juga tidak perlu mengorbankan identitasnya
masing-masing. Pancasila diterima sebagai dasar negara karena
nilai-nilai yang terkandung di dalamnya mencerminkan cita-cita moral
bersama sebagai bangsa, mengungkapkan pendirian dan pandangan hidup
bersama bangsa Indonesia.
Dari uraian di atas, perlu ditegaskan bahwa Pancasila sebagai dasar negara mengatur perilaku negara.
Perilaku negara terwujud dalam pembuatan dan pelaksanaan peraturan
perundang-undangan, dan terungkap dalam praktek dan kebiasaan bertindak
para penyelenggara negara.
Oleh karena itu harus dihindari pandangan yang menyatakan bahwa
masyarakat Pancasila baru bisa diwujudkan kalau setiap ‘hidung’ warga
negara sudah mengerti Pancasila dan mengamalkannya sebagai pedoman moral
individu.
Seharusnya, masyarakat Pancasila akan terwujud apabila implementasi
nilai-nilai Pancasila melalui pembuatan dan pelaksanaan peraturan
perundang-undangan telah benar-benar mencerminkan prinsip-prinsip yang
terkandung dalam Pancasila. Norma dasar Pancasila membentuk norma hukum
di bawahnya secara berjenjang. Pancasila sebagai dasar negara adalah
norma tertinggi dalam hirarki sistem norma hukum negara Republik
Indonesia.
Dewasa ini, segudang pertanyaan dapat bermunculan, bila segala produk
hukum dan pelaksanaannya serta praktek penyelenggaraan kekuasaan
pemerintahan dipertanyakan, sudahkah sesuai dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila?
Masih dapat ditemukan peraturan perundang-undangan hingga ke level
peraturan daerah yang tidak berpihak kepada kepentingan rakyat,
diskriminatif, sehingga tidak mencerminkan turunan dari Pancasila
sebagai sumber dari segala sumber hukum.
Praktek penyelenggaraan kekuasaaan pemerintahan masih korup,
menguntungkan kepentingan diri dan kelompok. Jangan sampai Pancasila
hanya berfungsi sebagai “bunyi-bunyian”.
Oleh: Kurniawan Harefa,
Wakil Ketua Bidang Litbang Persatuan
Alumni GMNI Cabang Nias dan Pendiri OTAWA INSTITUTE, Lembaga Pemberdayaan
Masyarakat bergerak dalam bidang Pendidikan, Sosial, Kebudayaan dan
Kemanusiaan di Kota Gunungsitoli.