Terbaru

Sejumlah Kepala Desa Merasa Keberatan Atas Kebijakan Kadis Dukcapil Gunungsitoli

Kades Fadoro 
Gunungsitoli,- Sejumlah Kepala Desa di wilayah Kota Gunungsitoli merasa keberatan atas kebijakan Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kota Gunungsitoli Bernardine Telaumbanua terkait larangan penggunaan jasa perantara pada pengurusan dokumen Kependudukan di Kantor tersebut.

Seperti halnya kepala Desa Fadoro Kecamatan Gunungsotoli Idanoi Krisman Emanuel Farasi mengaku sangat menyayangkan kebijakan larangan perantara tersebut karena menurut dia hingga saat ini masih banyak warganya yang kurang mengerti tata cara pengurusan dokumen kependudukan di Dukcapil.

"Hingga saat ini kan masih banyak warga yang kurang paham terkait kepengurusan dokumen kependudukan itu. Nah bagaimana solusinya itu?, sedangkan saat ini warga saya menuntut saya sebagai Kades untuk memberi pelayanan kepada mereka,"kata Krisman di Gunungsitoli Idanoi, Rabu (25/01/2017).

Ia berharap Kadis Dukcapil Kota Gunungsitoli memberi pengecualian kepada para Kades di Kota Gunungsitoli untuk menjadi perantara bagi warganya yang hendak mengurus dokumen kependudukan agar masyarakat desa juga merasa terlayani.

Hal senada juga di sampaikan oleh Kepala Desa Ombolata Kecamatan Gunungsitoli Idanoi Yanisòkhi Gea melalui akun Facebooknya memohon kepada Kadis Dukcapil agar Kepala Desa tidak disamakan seperti "calo" sehingga tidak dipercaya mengurus dokumen kependudukan.

"Kepada Yth, Ibu Kadisdukcapil dan Pencacatan Sipil Kota Gunungsitoli agar kami para Kepala Desa ridak diperlakukan seperti para calo calo sehingga kami tdk dipercaya mengurus dan mengambil berkas warga,kami ini adalah kepercayaan dan penanggungjawab bagi warga tlg masyarakat jangan semakin disusahkan apalagi keluarga miskin dan butahuruf dan yg jauh dari jangkauan yg tidak tahumenahu tentang cara pengurusan dan dengan mengeluarkan biaya yang cukup besar,"ciutan Yanisòkhi Gea di akun Facebooknya, Senin (16/01/2016).

Salah seorang masyarakat Kota Gunungsitoli yang menuliskan komentarnya terkait penerapan kebijakan larangan jasa perantara dalam pengurusan dokumen di Dukcapil mengharapkan agar Pemerintah Kota Gunungsitoli melalui Disdukcapil sebelum menerapkan kebijakan itu melakukan sosialisasi terlebih dahulu kepada masyarakat.

"Menerapkan sesuatu hal baru kebijakan atau penerapan peraturan diatasnya yang selama ini belum diterapkan.... perlu sosialisasi sekurang kurang lewat media RRI Gunungsitoli... maksud dan tujuan penerapan displin mengurus berkas administrasi kependudukan karna selama ini Kades dan Kadus selalu didesak warga juga untuk urus KTP,KK dan berkas lain... kalau juga tidak di urus oleh Kades atau Kadus jd bomerang...dalih warga pelayanan Kades dan Kadus tidak ada... Jadi serba salah... baiknya ini perlu sosialisasi agar warga memahaminya. ada efek psikolog bagi Kades Kades baru di kota Gunungsitoli...karna selama ini Kades dan Kadus berperan membantu warga dan ini bukan soal Pungli tp ini soal kemampuan Aparat Desa melayani warganya yg tidak tahu baca tulis dan tidak paham administrasi...dan perlu pembenahan sistim pengurusan secara cepat tepat...salam,"tulis Imansius Delaw di Medsos Facebook.

Kepala Desa Fadoroyòu Kecamatan Alo'oa Nitema Mendròfa mengaku mendukung kebijakan yang dilakukan oleh Kadis Dukcapil tersebut namun menurut dia Pemerintah juga harus mempertimbangkan untuk memberi pengecualian kepada para Kades untuk mengurus dokumen kependudukan kepada warga yang tidak mampu dan berharap agar Disdukcapil turun ke Desa-Desa untuk melayani warga terkait dokumen kependudukan.

"Kebijakan itu sebenarnya sah-sah saja. Hanya saja perlu juga pertimbangan kepada warga yang kurang mampu. Bagaimana cara mereka ke Dinas. Jangan dijadikan tolak ukur bahwa ada keuntungan atau pungli yang dilakukan oleh perantara dalam mengurus dokumen kependudukan,"kata Nitema di Gunungsitoli, Rabu (25/01/2017).

Sementara Kepala Dinas Dukcapil Kota Gunungsitoli Bernardine Telaumbanua mengaku menerapkan kebijakan tersebut sesuai dengan Perpres nomor 25 tahun 2008 tentang persyaratan dan tata cara pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil dan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan.

"Didalam undang-undang nomor 24 tahun 2013 pasal 77 itu kan jelas-jelas di amanatkan bahwa setiap orang dilarang memerintahkan atau memfasilitasi atau melakukan manipulasi data kependudukan atau elemen data penduduk,"kata Bernardine.

Ia juga menjelaskan bahwa didalam Undang-Undang itu terdapat pasal yang melarang pemerintah desa atau kelurahan memfasilitasi warga dalam mengurus dokumen kependudukan.

"Ada sanksi dan pidananya loh bagi yang melanggar Undang-Undang itu berupa kurungan enam tahun penjara,"tambahnya.

Bernardine juga mengaku menerapkan kebijakan itu untuk menghindari pungli yang mungkin bisa saja dilakukan oleh perantara pada pengurusan dokumen di Kantor Dukcapil. (Budi Gea)

Iklan

Loading...
 border=