Terbaru

Kisah Pilu Siswi Berprestasi Asal Nias Yang Putus Sekolah

Foto
Nama saya Masania Nduru, saya di panggil dengan sebutan Nia. Saya anak kedua dari lima bersaudara yang terlahir dari keluarga yang sangat sederhana bahkan sering disebut orang dengan istilah keluarga Miskin. Saya dan keluarga saya Hidup di sebuah desa kecil yang berada di dalam Perkebunan Kelapa sawit Patogu Janji yang jauh dari kata keraimaian dan kota.

Saya dan keluarga saya hidup di desa yang sumber Listrik dan airnya bertenagakan  dari Pabrik Pengolahan kepala Sawit bukan dari PLN. Saya dan keluarga saya tinggal di rumah milik Perkebunan tempat ibu saya bekerja. Bisa di katakan bahwa hingga saat ini saya dan keluarga saya sebenarnya tidak memiliki tempat tinggal apabila sewaktu-waktu ibu saya di Pecat dari pekerjaan nya karena Rumah yang Kami tempati adalah milik perkebunan. 

Ibu saya bekerja sebagai Buruh Harian Lepas (BHL) di perkebunan kelapa Sawit Patogu Janji milik Bapak Raja D.L Sitorus yaitu PT. Torganda Panca Putra Ganda Grup hingga saat ini yang Gaji nya perbulan hanya bisa membeli kebutuhan makan sehari-hari bahkan terkadang Kurang dan harus berhutang pada orang. Ibu saya merupakan sosok Ayah serta ibu dalam keluarga saya yang setiap harinya tanpa letih selalu membanting Tulang untuk kami anak- anak nya. 

Untuk tetap memperjuangkan kami anak-anak nya bisa bersekolah yang kata ibu saya Minimal kami berlima Tamat SMA, dan tidak sama seperti mereka yang hanya pernah sekolah sebatas di bangku Sekolah Dasar (SD). Saya menagtakan ibu saya adalah sekaligus ayah buat kami anak-anak nya karena Ayah saya sudah tidak bekerja sejak saya duduk di Kelas Tiga Sekolah Dasar (SD) hingga saat ini karena Ayah saya mempunyai penyakit yang sudah Komplikasi yang hampir setiap bulannya selalu Kambuh.

 Terkadang tangan dan kaki ayah saya yang bengkak menyebabkan ayah saya tidak bisa jalan, terkadang perut ayah saya bengkak dan ayah saya tidak bisa makan, bahkan pernah beberapa kali penyakit ayah saya kambuh Tangan, Kaki, dan Perut ayah saya membesar (bengkak) yang ayah saya bilang itu sakitnya tidak tertahankan dan ayah saya Muntah-muntah setiap kali makan dan minum saat itu. 

Kami sudah mencari obat buat penyembuhan ayah saya tapi masih dalam bentuk obat-obatan tradisional karena kami tidak mempunyai uang untuk membawa ayah kerumah sakit untuk berobat Medis. Sampai saat ini ayah saya masih meminum obat-obatan tradisional dan obat dari Mantri atau Bidan Desa yang sebenarnya hanya menyembuhkan sementara dan kami tidak tahu apakah obat itu yang di butuhkan ayah saya. 

Karena memang belum pernah sekali pun ayah saya di periksa  oleh pihak rumah sakit karena biaya yang tidak ada ke rumah sakit, Selain biaya obat rumah sakit yang mahal, untuk menempuh jarak dari dalam Perkebunan ke Kota saja pun sudah membutuhkan biaya yang besar. Sebenarnya ayah saya butuh obat dari rumah sakit dan bahkan sebenarnya ayah saya butuh di rawat di rumah sakit. Tapi apa yang bisa kami lakukan dengan keadaan seperti ini ? Yang untuk makan saja pun kami kekurangan hingga terkadang kami hanya memakan Ubi, Pisang dan Jagung sebagai pengganti Beras.

Sejak ayah saya sakit dan ibu saya bekerja sendiri menghidupi kami akhirnya kakak saya ( Anak Pertama ) memilih untuk putus sekolah dimana  saat itu kakak saya masih duduk di Kelas Lima SD Kakak saya memutuskan untuk bekerja membantu ibu saya. Sebenarnya kakak saya sangat berniat untuk sekolah dan saya tahu impian kakak ingin sekolah sampai bisa tamat SMA, tapi kakak saya harus membunuh impian nya demi membantu ibu saya dan menyekolahkan kami adik-adik nya. 

Saat itu saya juga sempat berfikir harus berhenti sekolah dan membantu ibu bekerja, namun kakak saya berkata “ Sekolah lah demi keluarga kita, dan kakak akan berjuang untuk kalian adik-adik kakak setidak nya wujudkan kalian cita-cita ayah dan ibu yaitu kalian harus tamat SMA ini sudah pilihan kakak dan ini lah pilihan terbaik untuk menyelamatkan keluarga kita.” Kalimat ini lah salah satu kalimat yang selalu aku ingat setiap kali saya ingin menyerah dan menjadi motivasi untuk semangat saya belajar. Dan Puji Tuhan sejak kelas 2 SD sampai saya LuLus SD saya selalu dapat peringkat 1 di kelas.

Pada bulan Agustus 2014, saat itu saya duduk di kelas Delapan Sekolah Menengah Pertama (SMP), Perkebunan tempat tinggal sekaligus tempat bekerja ibu saya mengalami kasus Sengketa Lahan Register 40 Torganda, karena kasus tersebut banyak pekerja yang di rumahkan salah satunya ibu ku, Banyak pekerja yang di berhentikan (PHK) dan banyak pekerja yang mengundurkan diri karena tidak menerima Gaji dari perkebunan selama 7 Bulan, dan karena kasus itu Torganda mengalami Kebangkrutan. 

Saat itu adalah hal kesekian kali nya yang menyakitkan saya rasakan dalam hidup saya karena  Ibu, Ayah, Kakak dan adik saya yang paling kecil (Anak Kelima) yang saat itu berusia 8 bulan memutuskan untuk pergi mencari pekerjaan di luar Perkebunan Torganda di daerah yang ternyata lebih suram lagi yaitu daerah Duri (Riau) selama 2 bulan disana ibu saya dan kakak saya bekerja bertani di kebun milik orang, karena mereka tidak punya uang menyewa rumah untuk tempat tinggal ibu, ayah dan kakak saya tinggal di sebuah gubuk yang terbuat dari Bambu beratap Rumpia Jerami yang kata kakak saya setiap kali bercerita jika Hujan Turun tidak akan ada 1 barang pun yang selamat dari kata Basah termasuk mereka. 

Selama 2 bulan itu saya hampir saja putus asa karena saya dan kedua adik saya yang masih tinggal di Perkebunan Torganda harus melewati hari-hari tanpa adanya orang tua, setiap harinya kami hanya berharap adanya ulur tangan orang-orang memberikan kami makan, setiap harinya kami hanya tinggal dirumah yang hanya di temani cahaya dari api biji-biji (Brondolan) Kelapa sawit yang kami bakar sebagai alat penerang kami dirumah karena Listrik tidak menyala akibat Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit Torganda tidak beroperasi lagi. 

Yang membuat saya hampir putus asa karena adik saya yang Nomor empat mengalami sakit demam tinggi dia selalu memanggil-manggil ibu dan ayah saya selama 3 hari dia demam dan saya sedih, menangis dan meminta-minta pertolongan pada tetangga saya, hingga akhirnya adik saya di bawa berobat setelah kejadian itu kami tinggal dirumah tetangga kami sementara selama ayah dan ibu belum pulang. Dan pertolongan Tuhan pun tidak pernah berpaling dari kami, Guru-guru saya di SD silih berganti membantu kami bertiga, terkadang mereka memberikan kami beras, ikan, dan Roti untuk kami makan mereka juga sesekali datang menjenguk kami bertiga kerumah. Dan akhirnya saya dan kedua adik saya memutuskan untuk mencari penghasilan kecil-kecilan sambil bersekolah dengan cara mencari barang bekas (Botot), menjual sapu Lidi dari pelepah kelapa sawit dan juga memumungut Polibag  bekas untuk di jual karena orang tua saya tidak bisa mengirim uang untuk kami bertiga.

Setelah satu setengah bulan berlalu ibu saya menghubungi tetangga saya memberitahukan bahwa mereka disana tidak menghasilkan apa-apa, mereka malah lebih sakit hidup disana dan orang tua saya  terlilit hutang untuk biaya hidup mereka sehari-hari di Riau dan untuk perobatan ayah saya. Ibu saya menangis ketika bicara sama saya dan adik-adik saya, ibu saya berkata “ Sakit sekali hidup kita ini anak ku, harus kuat kalian ya disana, kita harus tetap percaya Pasti Tuhan akan bantu kita.”

Mendengar kalimat itu saya bertindak dan nekat meminjam uang Paman saya supaya orang tua saya bisa pulang ke Patogu Janji. Tetapi karena uang yang saya pinjam kurang dan hanya cukup untuk ongkos ibu, adik dan kakak saya , akhirnya ayah saya memutuskan untuk tinggal Riau. Setelah ibu dan kakak saya sampai di Patogu Janji ibu saya mencari pekerjaan di kebun Milik orang (masyarakat yang diluar dari perkebunan torganda), saya dan kakak saya dan juga kedua adik saya tetap mencari barang bekas, polibag, dan sapu lidi untuk membantu ibu saya, hingga terkumpul uang untuk biaya ongkos ayah saya pulang ke Torganda. 

Dengan tetap adanya bantuan dari guru-guru saya di SD dan SMP saya akhirnya Lulus dari SMP, dan ketika saya lulus dari SMP ibu saya sudah mulai bekerja lagi di Perkebunan Torganda walau terkadang masih tidak penuh 1 bulan bekerja dan masih harus tetap mencari pekerjaan di luar Torganda. Saat mengetahui saya lulus SMP Ibu saya mengatakan pada saya bahwa saya harus berhenti sekolah karena tidak sanggup membiayai saya masuk SMA, saat itu di perkebunan tempat kami tinggal hanya ada sekolah SD, dan SMP. Untuk sekolah tingkatan SMA belum dibuka, dan sekolah SMA yang ada harus ke Perkebunan Torganda yang lain nama nya perkebunan Sibisa Mangatur dimana jarak nya dari rumah tempat kami tinggal lumayan jauh dan harus Kost. Saat itu saya memang sudah pasrah dan mencoba menerima kenyataan walau harus menahan sakit, dan beberapa minggu saya masih bersedih-sedih, menangis dan lebih sering mengurung diri di kamar, saya bukan melawan kehendak dan kemauan ibu saya namun saya hanya ingin menenangkan diri saya dan mencoba menerima dengan ikhlas. 

Karena melihat keadaan saya yang seperti itu, dan dorongan dari guru-guru saya yang mengatakan saya lebih bagus lanjut karena saya termasuk siswa yang berprestasi,  ayah saya mencoba menghubungi guru SD saya yang pindah akibat Pemutasian pekerja ke Perkebunan Sibisa Mangatur tersebut dengan tujuan meminta tolong untuk memberikan bantuan lagi pada saya, dan Puji Tuhan Guru saya tersebut memberikan keringan pada orang tua saya dengan tinggal bersama guru saya tersebut dan makan saya tidak perlu dibayar, jadi saya cukup bayar uang sekolah dan uang beli buku pelajaran. Dan akhirnya saya di ijinkan oleh ibu saya untuk lanjut SMA dan tinggal bersama dengan guru saya ketika SD tersebut. 

Namun seiring berjalannya waktu, dimana genap lah 1 Tahun saya duduk di bangku SMA, saya selalu berfikir semua pasti baik-baik saja selama saya tinggal disana, namun semua yang saya fikirkan tidak seperti kenyataan yang terjadi. Keadaan ekonomi guru SD saya memburuk dimana suami nya harus berhenti bekerja karena pengurangan tenaga kerja dan guru saya itu menjadi satu-satunya tulang punggu pencari ekonomi dalam keluarga nya, saat itu Guru saya meminta saya setidaknya membayar uang untuk makan saya namun saat itu juga keadaan ekonomi orang tua saya semakin memburuk di kampung, akhirnya orang tua saya memutuskan untuk memindahkan saya ke sekolah dimana semua biaya hidup dan biaya sekolah saya di tanggung oleh Bapak Pendeta tempat saya beribadah, dengan satu syarat yaitu saya harus bersedia membantu pekerjaan pelayanan di gereja tersebut. 

Saat itu saya tidak bisa berkata apa-apa lagi saya hanya memikirkan saya mau sekolah, saya mau tetap sekolah sampai tamat, namun sangat banyak pertimbangan yang membuat saya berat untuk menerima yaitu saya harus pindah ke sekolah yang bukan SMA tetapi SMK, saya harus beralih sekolah dari SMA menjadi SMK karena di tempat Bapak pendeta tersebut yang ada hanya sekolah SMK dan tempat nya lebih jauh lagi dari kampung saya tinggal. Walau dengan berat hati karena saya harus terpisah semakin jauh dari keluarga Orang tua saya akhirnya setuju dan menerima tawaran Bapak Pendeta tersebut  Saya sedih karena harus meninggalkan sekolah dimana saya sudah nyaman dan sudah beradaptasi dengan teman-teman dan guru-guru saya, namun semua itu saya tanam di dalam hati dan fikiran saya karena yang terpenting saya dapat bersekolah itu sudah syukur. 

Setelah semua setuju dan sudah pasti bahwa saya akan pindah saya pun mengatakan pada wali kelas saya bahwa saya harus pindah sekolah setelah kenaikan kelas nantinya karena keadaan ekonomi orang tua saya yang tidak mampu lagi. Wali kelas saya menahan saya dengan alasan saya berprestasi di SMA saya sekolah, dan yang paling membuat wali kelas saya kurang setuju yaitu karena saya harus pindah ke SMK. 

Namun saat itu tekat saya sudah bulat setelah pembagian rapor saya menemui wali kelas saya dengan membawakan surat rekomendasi dari sekolah SMK yang akan saya tuju, wali kelas saya masih mencoba menahan saya dengan meminta pertimbangan pada Kepala Sekolah untuk meringankan biaya sekolah saya, namun kepala sekolah berkata itu adalah wewenang Pemilik Yayasan. Wali kelas saya meminta agar saya di ijinkan tinggal bersama wali kelas saya di Perumahan Guru, namun kepala sekolah juga tidak memberikan ijin sebab itu juga wewenang Pemilik Yayasan. Seketika itu wali kelas saya menangis dan berkata “Maafkan ibu karena ibu tidak bisa mempertahankan mu disini, Tetap lah berprestasi sekalipun nanti kamu disekolah yang berbeda”, itu adalah pesan singkat yang selalu saya ingat dan memotivasi saya saat itu untuk tetap semangat. Setelah itu saya pulang ke kampung sembari menunggu surat pindah saya keluar karena di minta waktu selama 1 minggu.

Seminggu telah berlalu tidak pernah terfikir dan terduga saya sebelumnya wali kelas saya datang bersama Guru Agama saya ke rumah dengan membawa berita bahwa saya tidak usah jadi pindah karena wali kelas saya sudah mendapatkan tempat tinggal buat saya yaitu dirumah teman wali kelas saya di perumahan Karyawan Pabrik Pengolahan Kelapa sawit ( Perumahan PKS) . Wali kelas saya berkata pada orang tua saya bahwa saya tidak perlu membayar uang makan dan biaya sekolah saya juga akan di bantu oleh wali kelas saya. Jadi saya hanya di minta untuk belajar terus dan belajar agar tetap berprestasi. 

Saat itu saya sangat senang sekali dan orang tua saya juga sangat senang mendengar tawaran wali kelas saya hingga akhirnya orang tua saya menyetujui saya tidak jadi pindah sekolah.
Waktu tidak terasa berjalan hingga sampai di penghujung akhir sekolah saya tetap di bantu oleh wali kelas saya dan tetap tinggal di rumah teman wali kelas saya, sampai pada akhirnya saya bisa sekolah sampai mengikuti Ujian Nasional.

Sebelum saya Ujian Nasional saya mendengar info dari wali kelas dan juga sekolah bahwa akan dibuka jalur pendaftaran SNMPTN dan juga Pendaftaran Beasiswa Bidik Misi yaitu bantuan pemerintah pada siswa yang tidak mampu secara ekonomi dengan biaya kuliah gratis sampai lulus, mendengar info tersebut saya sangat senang karena saya berfikir dengan mengikuti jalur Bidik Misi saya bisa kuliah dan saya bisa membanggakan keluarga terutama kedua orang tua saya. Saya kabari orang tua saya dan saya memberitahukan info tentang bidik misi tersebut orang tua saya pun mendukung saya dan menyuruh saya mencoba mendaftar.

Akhirnya saya ikuti pendaftaran SNMPTN dengan jalur bidik misi, pada tahap pertama seleksi saya dinyatakan lulus, saya sangat senang saya berfikir ini satu langkah menuju impian saya, namun pada saat penentuan Perguruan Tinggi Negeri dimana saat itu saya memilih Pilihan Pertama MATEMATIKA di Universitas Sumatera Utara (USU) dan Pilihan kedua TEKNIK  INDUSTRI di Universitas Andalas, namun rejeki tidak berfihak pada saya karena saya dinyatakan tidak Lulus. Tetapi saya tidak putus asa karena saya berniat akan mencoba lagi di pendaftaran SBMPTN. Dan saya kabari ke orang tua saya bahwa saya tidak lulus, orang tua saya memotivasi saya agar saya tetap semangat dan berkata mungkin belum rejeki keluarga kita. 

Namun karena saya sudah sangat bersemangat untuk bisa Kuliah Saya meminta ijin lagi untuk bisa ikut Jalur SBMPTN saya menjelaskan bahwa jalur tersebut harus Test Ke Medan, mendengar itu orang tua saya langsung berkata kita tidak ada uang untuk biaya ke Medan. 

Dengan bermodalkan nekat dan keberanian diri saya menemui wali kelas saya, dan saya menceritakan kembali niat saya mau mencoba SBMPTN dan bermaksud meminta bantuan wali kelas saya lagi meminjamkan uang untuk saya biaya Test SBMPTN Ke Medan. Puji Tuhan wali kelas saya merespon dan menanggapi dengan sangat baik, wali kelas saya mengatakan bahwa semua biaya Saya untuk Test Ke Medan akan di berikan wali kelas saya, dan wali kelas saya bahkan berkata bahwa saya tidak perlu meminjam dan mengembalikan, karena biaya itu adalah hadiah wali kelas saya buat saya karena sampai saya Tamat saya tetap berprestasi di sekolah bahkan wali kelas saya Membelikan saya Buku kumpulan soal-soal SBMPTN supaya ada yang saya baca dan saya pelajari, karena untuk ikut bimbingan belajar saya tidak mampu dan wali kelas saya juga tidak bisa membantu biaya bimbel SBMPTN karena memang sangat mahal . 

Namun Saya sangat senang dan bersyukur atas semua perhatian dan kasih sayang wali kelas saya tersebut hingga saya bisa ikuti Test yang akan mengantar saya pada mimpi saya. 

Hari yang sangat saya nantikan saya berangkat ke Medan, selama di Medan saya tinggal di rumah teman Wali kelas saya ketika kuliah yang kebetulan juga bekerja sebagai Guru saya di titipkan wali kelas saya disana hingga saya selesai Test . Saya mengikuti Test UTBK SBMPTN gelombang pertama Pada Tanggal 28 April 2019 dan mengikuti test UTBK SBMPTN gelombang kedua pada tanggal 25 Mei 2019. 

Setelah nilai hasil test UTBK saya keluar, saya berdiskusi dengan beberapa guru dan bahkan pada wali kelas saya dengan nilai UTBK yang pas-pasan saya bisa berpeluang di Jurusan apa dan di Universitas apa.  Walau awalnya saya menyukai Jurusan Matematika dan juga Komputer.

Namun banyak guru-guru saya berkata itu jurusan yang passeng grade nya tinggi dan nilai UTBK saya belum bisa bersing ke jurusan itu hingga akhirnya keputusan  mendaftar SBMPTN waktu itu saya memilih PTN pilihan Pertama KIMIA di Universitas Negeri Medan (UNIMED) dan Pilihan Kedua KIMIA di Universitas Jambi (UNJA).  Setelah pendaftaran selesai saya berkata pada hati saya bahwa saya akan Kuliah dan sangat Optimis.


Akhirnya bulan Juni tiba hati semakin tidak karuan gelisah menanti pengumuman SBMPTN dan orang tua saya juga tidak sabar menunggu pengumuman itu bahkan orang tua saya berkata bulan 8 nanti berarti kamu sudah berangkat Kuliah ya, mendengar itu saya jadi takut akan hasil pengumuman nanti, saya takut buat mereka kecewa. Hingga tiba waktunya pengumuman hari yang sangat saya tunggu-tunggu tanggal 9 Juli 2019 Semua haraan saya, semua yang saya bayangkan, semua yang saya khayalkan dan semua yang orang tua saya harapkan diluar dari dugaan semuanya, Kesempatan itu tidak saya dapatkan, impian itu menjadi tangisan dan kesedihan karena kenyataan yang saya Terima adalah Saya Tidak Lulus SBMPTN. 

Saya tidak berani mengatakan pada kedua orang tua saya, karena saya takut mereka akan sedih. Saya memutuskan akan memberitahukan disaat yang lebih tepat nanti dan tidak saat ini. Saat itu saya hampir putus asa, saya menangis hingga malam nya saya tidak bisa terlelap karena masih merasa saya gagal lagi, saya kemana setelah ini, apa yang akan terjadi selanjutnya, dan banyak pertanyaan-pertanyaan yang melintas di pikiran saya satu malaman itu . Saya menangis mengucapkan kalimat TUHAN Saya ingin kuliah. Saya ingin mengubah nasib keluarga saya. 

Saya ingin menjadi orang yang bisa menyelematkan keluarga saya dari penderitaan ini. Sedih sangat sedih saya harus memutuskan impian saya sampai di Titik ini. Harapan saya untuk lanjut sekolah yaitu kuliah Putus sudah.

Namun setelah berdiam diri dan merenungi semua saya mencoba untuk bangkit lagi dan semangat lagi untuk berjuang hidup dan memutuskan untuk membantu ekonomi orang tua saya, dengan cara saya bekerja sebagai membantu berjualan di Sebuah Toko Pakaian di tempat kakak saya bekerja saat ini dengan upah yang seadanya cukup beli makan sehari-hari daripada saya mengangur dan menjadi beban orang tua saya.

Akhir tulisan ini Terimakasih saya ucapkan untuk semua yang pernah berperan dalam membantu pendidikan saya, terutama untuk Orang tua saya yang sudah berjuang menyekolahkan saya hingga saya akhirnya bisa lulus SMA walau hanya sebatas lulus SMA saya bersyukur atas semua perjuangan ini Ayah/Ibu dan juga kakak saya, terima kasih juga untuk guru-guru dan Wali kelas saya yang sudah ikut berjuang membantu saya dan keluarga saya. Maafkan saya jika saya belum bisa mencapai impian itu. Namun saya akan terus berjuang hidup hingga semua akan indah pada waktunya. Sebab saya Tahu Tuhan pasti mempunyai rencana yang lebih indah untuk hidup saya di balik semua penderitaan yang saya alami dalam hidup. Semua akan Indah pada Waktunya.

Patogu Janji, 14 Juli 2019
Tuhan Memberkati Kita Semua

 Salam Saya
(Masania Nduru)

Sumber : Fanpage BIDIKMISI INDONESIA

Iklan

Loading...
 border=