Onlihu: Lawan Radikalisme dengan Faham Nasionalisme
Calon kader GMNI saat belajar menyampaikan Orasi |Foto: istimewa |
Gunungsitoli,- Wakil Ketua Bidang Buruh dan Nelayan Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (WAKABID PA GMNI) Cabang Nias, Onlihu Ndraha menyatakan salah satu cara melawan faham radikalisme dengan cara menyebarkan faham nasionalisme ke generasi muda.
Hal itu di katakan Onlihu saat menyampaikan materi NASIONALISME pada pekan penerimaan anggota baru (PPAB) yang diselenggarakan Komisariat STIE Cabang GMNI Nias di aula KNPI Kota Gunungsitoli, Sabtu (12/10/2019).
"Hanya dengan faham nasionalis yang mampu meredakan radikalisme," ujar Onlihu dengan serius.
Menurut Onlihu, apa yang tengah melanda Indonesia saat ini (termasuk penikaman terhadap Wiranto selaku MENKOPOLHUKAM) menandakan lemahnya semua pihak dalam mengingatkan akan pentingnya jiwa nasionalisme. Maka dengan PPAB yang diselenggarakan ini bagian dari menyebar virus akan cinta tanah air, senasib sepenanggungan.
"Sebagai bentuk keprihatinan kita atas musibah yang dialami Pak Wiranto, selaku umat beragama mendoakannya agar mampu melewati semua cobaan ini dan segera pulih untuk menjalankan tugas kenegaraan. Dan kepada pelaku harus mendapatkan sanksi yang setimpal dan segera dianalisa siapa di balik gerakan itu," ujar Onlihu yang disambut dengan wajah serius oleh peserta PPAB.
Oleh karena itu, Onlihu berharap baik yang baru mengikuti PPAB terlebih kepada anggota GMNI yang sudah lama bergabung harus berkewajiban meneruskan faham nasionalisme ini sebagaimana telah diamanatkan oleh Presiden RI pertama Ir. Soekarno.
Mantan Sekretaris DPC Partai GERINDRA Kabupaten Nias itu mengutip pernyataan seorang pujangga Perancis (1982) Ernest Renan yang menyatakan suatu kajian ilmiah tentang bangsa berdasarkan psikolgi etnik. Setelah melakukan tinjauan historik tentang pertumbuhan masyarakat zaman purba, zaman pertengahan hingga abad ke 19 tentang bentuk-bentuk pergaulan hidup serta muncul dan hilangnya sebuah bangsa maka ia mendapatkan penegasan terkait prinsip-prinsip bangsa.
Menurut Renan pokok-pokok pikiran tentang baangsa adalah suatu jiwa, suatu asas kerohanian. Suatu solidaritas yang besar dan hasil sejarah.
Oleh karena sejarah berkembang terus maka kemudian bangsa bukan sesuatu yang abadi. Wilayah dan ras bukanlah penyebab timbulnya bangsa. Wilayah memberikan ruang dimana bangsa hidup, sementara manusia membentuk jiwanya. Dalam kaitan ini Renan kemudian menyimpulkan bangsa bangsa adalah suatu jiwa dan asas kerohanian.
Lebih lanjut Renan menegaskan bahwa faktor-faktor yang membentuk jiwa bangsa adalah sebagai berikut kejayaan dan kemuliaan di masa lalu, suatu keinginan hidup bersama baik di masa kini dan masa depan, penderitaan bersama sehingga semuanya merupakan
Le capital social atau model sosial bagi pembentukkan dan pembinaan paham kebangsaan.
Namun, yang terlebih penting adalah bukan apa yang berakar di masa silam melainkan apa yang harus dikembangkan di masa depan. Hal ini memerlukan suatu persetujuan bersama pada waktu masa kini yaitu suatu musyawarah untuk mencapai suatu kesepakatan bersama di saat sekarang yang mengandung hasrat keinginan untuk hidup bersama dengan kesediaan untuk berani memberikan pengeorbanan.
Oleh karena itu jika suatu bangsa ingin hidup terus maka pengorbanan ini harus terus ditumbuhkan.
Sementara Ir. Soekarno memaknai nasionalisme itu ialah suatu itikad, suatu keinsyafan rakyat bahwa rakyat itu satu golongan, satu bangsa. "Impian dalam nasionalisme kerukunan dan persatuan".
Jika Karamchad Gandi menyebutkan nasionalisme itu sebagai cinta tanah air, cinta pada segala manusia. Namun, tidak mengecualikan siapapun juga.
Akan tetapi Soekarno lebih memaknai nasionalisme sejati itu yang cinta pada tanah air bersendi pada pengetahuan susunan ekonomi dunia dan riwayat, dan bukan dari kesombongan bangsa belaka.
Nasionalisme itu, timbul dari rasa cinta manusia dan kemanusiaan, yang terhindar dari faham kekecilan dan kesempitan.
Dari hal semua itu, Soekarno meyakinkan bahwa rasa nasionalisme itu baru akan tumbuh bilamana bersendi azas-azas yang lebih suci.
Diakhir bermateri, Onlihu berperibahasa Nias "Na ha sara li, na ha sambua zonda. Ta'olikhe gawoni ba ta'olae guli nasi". Yang artinya bila sependapat dan sepemahan, beban berat pasti ringan. (Ferry Har)