Terbaru

Webinar LBH HIMNI: Perlindungan Anak Dipulau Nias Harus Jadi Prioritas

Webinar LBH HIMNI |Foto: istimewa 
Gunungsitoli,- Dalam rangka Hari Anak Nasional tahun 2020, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Himpunan Masyarakat Nias Indonesia (HIMNI) menyelenggarakan webinar dengan tema Situasi Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Anak di Pulau Nias. Webinar ini merupakan kali keempat yang diselenggarakan oleh LBH-HIMNI dalam rangka Pelatihan Dan Pengembangan Mahasiswa Hukum Ono Niha Se-Indonesia.

Webinar dilaksanakan melalui aplikasi online (zoom cloud meeting) pada Kamis, 30 Juli 2020 pukul 10.00 WIB. 

Ketua Umum HIMNI Marinus Gea
Pelaksanaan Webinar diawali dengan Opening Speech oleh Direktur LBH-HIMNI Wiradarma Harefa, S.H.,M.H. Dalam pembukaannya Wiradarma menyampaikan disamping menjalankan tanggung jawab bantuan hukum, LBH-HIMNI juga memiliki beberapa program yang salah satunya penyuluhan hukum.

"Penyuluhan hukum ini dimaksudkan agar mewujudkan kesadaran hukum yang lebih baik di masyarakat yang tercermin dalam sikap dan perilaku yang sadar," ujarnya. 

Direktur LBH HIMNI Wiradarma Harefa 
Selain itu, Wiradarma juga menyampaikan bahwa LBH-HIMNI mengharapkan seluruh stakeholder/pemangku kepentingan khususnya di pulau Nias dapat memberikan perhatian lebihnya terhadap perlindungan hak-hak anak, karena anak adalah penentu kemajuan peradaban suatu bangsa di masa depan. 

"Saya ucapkan terimakasih kepada para narasumber yang sudah berkenan hadir pada webinar kali ini," tuturnya. 

Webinar dilanjutkan dengan pemaparan dari Pembina LBH-HIMNI yang sekaligus juga merupakan Ketua Umum HIMNI Marinus Gea, S.E., M.Ak sebagai Keynote Speaker. 

Dalam pemaparannya, Marinus menjelaskan bahwa di pulau Nias masih banyak kasus-kasus anak seperti masalah perolehan terhadap identitas dikarenakan tidak semua anak terlahir dirumah sakit dan bahkan hingga pada saat anak sudah sekolah pun masih belum memiliki akta kelahiran.

"Diskriminasi pendidikan, tindak kekerasan dan berbagai kasus lain juga tidak hanya terjadi karena kelalaian orang tua saja tetapi oleh beberapa faktor seperti ekonomi dan kemiskinan serta informasi yang salah dan diterima oleh anak. Sehingga dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab seperti penggunaan narkoba dikalangan anak dan masih banyak kasus lainnya," ungkapnya. 

Oleh karena itu Marinus menghimbau seluruh elemen pemerintah dan masyarakat termasuk mahasiswa harus bersatupadu dalam mengawasi dan menjalankan upaya perlindungan terhadap hak hak anak ini khususnya di pulau Nias.

Sukartini Wau sebagai Narasumber 
Pada webinar ini menghadirkan empat pembicara, yaitu Sukartini Wau/Ny. Lakhomizaro Zebua (Kabid KB, ketahanan & kesejahteraan keluarga kota Gunungsitoli), Aipda Jonnes A Zai (Kanit PPA Sat Reskrim Polres Nias), Chairidani Purnamawati, S.H (Manager Area Pusat Kajian dan Perlindungan Anak Nias-PKPA Nias), Dr. Beniharmoni Harefa, S.H., LL.M (Dosen Hukum Perlindungan Anak FH UPN Veteran Jakarta) dan juga merupakan anggota LBH-HIMNI.

"Mengenai dasar hukum perlidungan anak secara khusus telah dituangkan dalam PERDA Kota Gunungsitoli No 2 tahun 2018 tentang perlindungan anak. Pengaturan mengenai perlindungan anak melalui PERDA juga merupakan salah satu bentuk perlidungan hukum terhadap anak, dengan hal tersebut diharapkan juga kepada daerah lain di pulau Nias untuk mengatur hal tersebut dalam peraturan daerahnya," ucap Sukartini Wau dalam pemaparannya sebagai pembicara. 

Sukartini juga menyampaikan bahwa Kota Gunungsitoli telah membentuk Tim Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A) bersama mitra kerja pemerintah untuk menangani anak korban kekerasan di lingkup Kota Gunungsitoli baik itu melalui penanganan secara langsung maupun tidak langsung. 

Aipda Jones Zai Sebagai Narasumber 
Adapun upaya yang sudah dilakukan oleh pemerintah kota Gunungsitoli untuk mencegah kekerasan terhadap anak, yaitu seperti pelaksanaan sosialisasi perlindungan anak di beberapa sekolah dan desa serta telah dibentuk aktivis Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) melalui SK Kepala Desa di beberapa wilayah di Kota Gunungsitoli. 

Selain itu, Sukartini menjelaskan faktor faktor yang menjadi penyebab timbulnya kekerasan terhadap anak diantaranya minimnya Perlindungan Hukum, Kesadaran hukum, didikan keluarga, sosial ekonomi dan seterusnya. Terakhir beliau menyampaikan upaya pencegahan kekerasan terhadap anak merupakan tugas bersama dengan melibatkan  semua pihak.

Pembicara kedua Aipda Jonnes A Zai pada kesempatannya memaparkan betapa luasnya lingkup tindak pidana yang ditangani oleh Unit PPA diantaranya, kekerasan fisik dan psikis, kekerasan seksual dan asusila, serta KDRT hingga perdagangan/penyelundupan manusia. 

Tugas pokok kepolisian sebagai penegak hukum ialah melakukan penyidikan dan penyelidikan.

Aipda Jones memaparkan hal hal yang dilarang dalam undang undang perlindungan anak serta menjelasakan mengenai sistem peradilan anak seperti diatur dalam undang undang no 11 tahun 2012 dimana isinya menjelaskan kriteria kejahatan anak hingga pada sanksi atau hukuman yang dijatuhkan kepada si anak terhadap perbuatannya. 

"Adapun beberapa kendala yang sering dihadapi seperti, banyaknya Penyidik UPPA yg belum mendapat pelatihan khusus, bolak baliknya berkas perkara antara Penyidik dan JPU, belum ada nya Safe House untuk korban tinggal sementara proses hukum berlangsung, serta tersangka cenderung dilindungi / dilarikan oleh keluarganya," ucap Jones. 


Chairidani dari PKPA sebagai Narasumber 
Pembicara ketiga Chairidani Purnamawati, S.H menyampaikan bahwa PKPA merupakan lembaga swadaya masyarakat yang memiliki konsen untuk menangani masalah masalah anak yang memiliki perlindungan khusus dan diluar itu juga melakukan pendampingan terhadap forum anak dan juga melakukan advokasi terhadap pemerintah. 

PKPA sendiri telah hadir di pulau Nias sejak 2004. Pada kesempatan tersebut beliau menjelaskan bahwa Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar HIDUP, TUMBUH, BERKEMBANG, dan BERPARTISIPASI, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat PERLINDUNGAN dari kekerasan dan diskriminasi. 

Selain itu Chairidani menjabarkan hal hal yang menjadi hak anak, tetapi lebih khusus membahas mengenai anak yang membutuhkan perlindungan khusus, serta menguraikan kriteria anak yang membutuhkan perlindungan khusus seperti anak yang berhadapan dengan hukum, tereksploitas secara ekonomi, hingga korban kekerasan fisik atau mental maupun anak yang diperdagangkan. 

Sebagai contoh Dani menampilkan grafik yang menunjukan bahwa pada tahun 2017 merupakan tahun dengan jumlah tertinggi anak yang berhadapan dengan hukum dalam kurun waktu 8 tahun terakhir.

Terakhir, ia menyampaikan bagian bagian dari setiap elemen untuk mendukung keberhasilan perlindungan anak ini dimana pemerintah sebagai pihak yang wajib, keluarga sebagai pihak yang memiliki tanggung jawab, forum anak sebagai partisipan serta masyarakat yang berperan serta dalam upaya perlindungan hak anak ini.

Dr. Beniharmoni Harefa sebagai narasumber 
Sementara itu, Dr. Beniharmoni Harefa, S.H., LL.M sebagai pembicara terakhir menguraikan hak hak dasar yang dimiliki oleh anak serta landasan yuridis perlindungan anak. 

Dalam materinya Beni juga menyampaikan setiap elemen memiliki peran tanggung jawab dalam perlindungan anak ini. 

"Dalam perspektif kehidupan masyarakat Nias sudah mengganggap anak merupakan harapan masa depan dan merupakan sumber berkat dan oleh karena itu sudah sepatutnya harus diberikan perlindungan sebagaimana mestinya," tuturnya. 


Lebih lanjut Beni menggambarkan situasi perlindungan anak di pulau Nias dimana masih saja terjadi pelanggaran atas hak-hak anak serta hal hal yang harus diperhatikan seperti perhatian dan kepedulian semua pihak harus lebih dioptimalkan, anggaran terhadap perlindungan anak harus dimaksimalkan, serta pencegahan lebih diutamakan dibanding penindakan. 

"Dari sisi PERDA sendiri masih Kabupaten Nias dan Kota Gunungsitoli saja yang sudah memiliki, dan ini diharapkan dapat diikuti oleh kabupaten lain di pulau Nias untuk segera menyusun PERDAnya. Tingkatkan kepedulian dan perhatian pada anak, agar hak-haknya tidak dilanggar dan tetap terpenuhi," tambahnya. 

Sebagai closing statement para narasumber memiliki pemikiran dan pemahaman yang sama, mengajak seluruh pihak untuk turut berperan dalam menyukseskan perlindungan anak di pulau Nias, karena masalah mengenai hak anak ini adalah tanggung jawab bersama.

Seluruh peserta webinar menyimak dan mengikuti diskusi ini dengan baik, terlihat dari antusias para peserta dalam menggali informasi dari narasumber dengan mengajukan berbagai pertanyaan. Webinar yang di moderatori oleh Dellinus Sarumaha, S.H ini berakhir pada pukul 13.00 WIB setelah berlangsung hampir 3 jam yang diikuti oleh kurang lebih 100 peserta yang terdiri dari berbagai kalangan antara lain aparat penegak hukum, akademisi, praktisi, dan mahasiswa hukum dari berbagai kampus di Indonesia baik yang asal Nias maupun non Nias. (Budi Gea) 

Iklan

Loading...
 border=