Kantor Cabang LBH Trisila Terbentuk di Kota Gunungsitoli
Pemarkasa dan Pengurus Kantor Cabang LBH Trisila |Foto: istimewa |
Gunungsitoli,- Dalam rangka peningkatan pelayanan di bidang hukum terhadap masyarakat di wilayah hukum Peradilan Gunungsitoli, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Trisila Nusantara yang berkedudukan di Jakarta membentuk Kantor Cabang di Kota Gunungsitoli.
"Pembentukan Kantor Cabang LBH Trisila Gunungsitoli ini digagasi oleh beberapa aktivis dan advokat yang peduli terhadap penegakan hukum.
LBH Trisila memberikan pelayanan/jasa bantuan hukum yang berkualitas dan terjangkau terhadap masyarakat yang kurang mampu yg menjalani proses hukum agar bisa mendapatkan keadilan dalam proses hukum yang sedang dijalani," ujar Meiman K. Harefa,S.Sos,MSP yg merupakan salah seorang pemrakarsa berdirinya LBH Trisila Cabang Gunungsitoli dalam konferensi pers seusai pertemuan perdana Pengurus LBH Trisila Cabang Gunungsitoli (Selasa, 30 Maret 2021).
Ditempat yang sama, Joko Puryanto Mendrofa yang juga merupakan salah seorang pemrakarsa pembentukan LBH Trisila Cabang Gunungsitoli menyampaikan bahwa LBH Trisila berkomitmen untuk mendampingi dan mengadvokasi kasus dan permasalahan hukum yang dialami rakyat utamanya kaum marjinal atau kaum marhaen (masyarakat miskin).
"Termasuk mendampingi class action (gugatan kelompok) yang dilakukan oleh kelompok masyarakat terhadap kebijakan dan pelayanan yang merugikan atau tidak berkeadilan bagi sekelompok masyarakat misalnya Kelompok Pelanggan sebuah lembaga/perusahaan pelayanan publik," jelas Joko.
Kepala Kantor Cabang LBH Trisila Gunungsitoli, Analisman Zalukhu,SH menyampaikan wilayah kerja LBH Trisila Cabang Gunungsitoli meliputi wilayah hukum Pengadilan Negeri Gunungsitoli.
Oleh karena itu, Pengurus Kantor Cabang akan segera berkoordinasi dengan lembaga yg terkait dengan penegakan hukum dalam hal ini Pengadilan Negeri Gunungsitoli, Kejaksaan Negeri Gunungsitoli dan Kejaksaan Negeri Telukdalam, Polres Nias dan Polres Nias Selatan, Lembaga Pemasyarakatan di Gunungsitoli dan Nias Selatan serta terutama juga dengan Pemerintah Kabupaten/Kota Se-Kepulauan Nias.
"Kita berharap dukungan seluruh stakeholders yang ada di Pulau Nias ini," ujarnya.
"LBH Trisila Cabang Gunungsitoli siap menerima dan mendampingi kasus-kasus hukum masyarakat utamanya masyarakat yang kurang mampu. LBH Trisila memiliki 3 Nilai Dasar yaitu 1. Adil dan Manusiawi, 2. Bermanfaat dan Efisien, dan 3. Ilmiah dan Anti Korupsi.
Adapun susunan Kepengurusan Kantor Cabang LBH Trisila Gunungsitoli adalah Kepala Kantor Cabang Analisman Zalukhu,SH, Wakil Kepala Kantor Soziduhu Gea,SH, Sekretaris Sacrist Breedwan Harefa,SH dan Bendahara Roy Nirmawan Hulu,SH.
Sekretaris Kantor Cabang Sacrist Breedwan Harefa,SH menjelaskan bahwa Kepengurusan Kantor Cabang akan dilengkapi dengan Bidang - Bidang yang diangkat melalui Keputusan Kepala Kantor Cabang atas hasil musyarah Pengurus Kantor Cabang dan juga akan dilengkapi dengan beberapa orang Penasehat.
Untuk sementara LBH Trisila Cabang Gunungsitoli beralamat di Jalan Diponegoro Nomor 358 Gunungsitoli dan akan segera menetapkan Kantor Cabang yg tetap dalam waktu yang tidak terlalu lama.
LBH Trisila secara historis didirikan oleh para Alumni GMNI Sumut dulunya
Sekilas Pembentukan
Pertama kali berdiri pada 2011 di Kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Saat ini LBH Trisila sudah ada di DKI Jakarta dan Aceh. Pengembangan di daerah lain terus berlanjut seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan jasa hukum berkualitas terjangkau dan tersedianya praktisi hukum yang berkomitmen mempraktikkan jasa hukum berkualitas terjangkau.
Inisiator/founder-nya Hasan Lumbanraja seorang advokat yang dilantik Peradi pada 2008. Sebelumnya memulai karir sebagai paralegal di Lembaga Bantuan Hukum Medan pada 2005.
Pendirian LBH Trisila mendapat dukungan dari enam tokoh yang peduli atas penyediaan layanan bantuan hukum yaitu: Teuku Yamli (aktivis/tokoh gerakan kerakyatan/kebangsaan), Lundu Panjaitan, S.H., (mantan birokrat), Dr. Kusbianto, S.H., (Rektor Universitas Dharmawangsa/Direktur LBH Medan 1999-2001) Armansyah, S.H., M.H., (Akademisi Universitas Sumatera Utara) Parlindungan Purba, S.H., M.M., (legislator DPD RI) Boni F. Sianipar, S.H., M.H (Advokat).
Bermula dari keinginan mendirikan Lembaga Bantuan Hukum, yang asas dan prinsip pelayanannya ber-resonansi dengan gagasan keadilan yang terkandung dalam Pancasila. Ada 3 alasan yang melatarbelakangi keinginan itu yaitu:
Sistem hukum merupakan suatu subsistem dari sistem sosial maupun sistem ketatanegaraan suatu negara/bangsa. Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup (philosofische grondlslagh) bangsa Indonesia berikut gagasan keadilan yang dikandungnya seyogyanya menjadi sumber dari konsep yang membentuk dan menatalaksanakan Sistem Hukum Indonesia;
Dalam Sistem Hukum Indonesia, jasa hukum diatur oleh Undang-undang sebagai komoditas (benda ekonomis). Jasa hukum menjadi satu-satunya dari empat fungsi penegakan hukum (pidana) yang tidak dibiayai negara. Penentuan harga suatu jasa hukum melalui kesepakatan antara Advokat dengan pengguna jasa hukum, yang bisa berbeda meskipun kasusnya serupa. Keadaan ini yang disebut mengikuti mekanisme pasar. Berlakunya mekanisme pasar untuk mendapatkan jasa hukum dari advokat ini, yang diantaranya menjadi sebab dari munculnya anggapan bahwa keadilan hanya milik kaum kaya;
Bentuk asli dari jasa hukum adalah kewenangan melakukan upaya hukum pembelaan untuk kepentingan individu, kelompok atau korporasi. Kewenangan ini diatribusikan oleh Undang-undang kepada profesi Advokat selaku penegak hukum. Setiap warga negara yang memerlukan jasa hukum memiliki hak konstitusional untuk mendapatkannya sebagai perwujudan dari norma Pasal 28 D (1) dan Pasal 28 I (1) UUD 1945. Selain itu setiap warga negara yang membutuhkan seyogyanya mendapatkan jasa hukum, karena tujuan utama dari pembentukan kewenangan tersebut adalah membangun sistem hukum nasional sebagai bagian dari pembangunan bangsa dan negara Indonesia.
Sejak pendirian pada 2011 sampai sekarang, LBH Trisila memilih berfokus pada Bantuan Hukum Kultural. BHK meliputi berbagai upaya untuk memajukan budaya hukum yang berpusat pada kegiatan penyediaan layanan jasa hukum berkualitas terjangkau, diantaranya melalui penelitian, pelatihan, advokasi, pengelolaan dan praktik pemberian layanan jasa hukum berkualitas terjangkau.
Perhatian lebih kepada subsistem budaya hukum (legal culture) dari Sistem Hukum Indonesia mengingat perkembangannya masih tertinggal dari subsistem substansi hukum dan subsistem struktur hukum. Sejak era 1980-an sampai sekarang, gagasan Bantuan Hukum Struktural boleh dikatakan sudah berhasil menjadi fungsi check and balance dari proses pembentukan peraturan perundang-undangan (sebagai substansi hukum/legal substance) dan berpengaruh kepada struktur hukum (legal structur). (Budi Gea)