Terbaru

Warga Apresiasi Program 'Desa Wisata' Yang Diusung Oleh Penyabar Nakhe

Foto bersama Penyabar Nakhe saat di Nias Selatan |Foto: istimewa 

Nias Selatan, - Warga Di Kabupaten Nias Selatan mengapresiasi program 'Desa Wisata' yang diusulkan oleh Anggota Komisi E DPRD Provinsi Sumatera Utara, Penyabar Nakhe saat menggelar Reses II di Desa Onohondrö, Kecamatan Fanayama, Kabupaten Nias Selatan, Senin (22/02/2021) lalu. 

Dalam reses yang mengusung tema Program 'Desa Wisata' tersebut, penyabar Nakhe menyampaikan bahwa tujuan dari program tersebut ialah untuk melestarikan budaya dan mengkonservasi Alam. Selain itu saat reses, dia juga didampingi oleh perkumpulan Hiduplah Indonesia Raya (HIDORA) yang merupakan konsultan sekaligus praktisi pariwisata dari Banyuwangi, Jawa Timur.

"Tujuannya agar HIDORA ini dapat berbagi pengetahuan, wawasan, dan pengalaman dalam program-program pengembangan wisata desa yang pernah dilakukan HIDORA di desa-desa di Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Lombok Nusa Tenggara Barat, melalui program pemberdayaan masyarakat," sebut Penyabar Nakhe dalam keterangannya.

Ketua DPP Himpunan Masyarakat Nias Indonesia (HIMNI) Bidang Seni Budaya Pariwisata tersebut juga mengatakan bahwa Desa Onohondrö dipilih sebagai lokasi pelaksanaan kegiatan Reses, karena desa tersebut memiliki potensi kekayaan budaya dengan rumah-rumah adatnya, dan potensi wisata alam berupa air terjun yang perlu dijaga serta dikonservasi.

Dia menjelaskan akan mengusulkan penganggaran dari Pemerintah Provinsi mengenai perawatan rumah adat yang ada di Desa Onohondrö, sehingga  peninggalan sejarah dan budaya di Desa Onohondrö tidak hilang. Dengan potensi budaya yang masih kuat dan kondisi alam yang masih terjaga.

Dia bertekad untuk mengawal program pengembangan wisata desa ini dan menampung aspirasi warga, seperti pembangunan gereja, perbaikan sarana pendidikan di desa dan tidak adanya jaringan komunikasi yang sangat diperlukan oleh warga, terutama untuk anak sekolah yang menerapkan sistem daring. 

Penyabar Nakhe berjanji akan membawa kondisi permasalahan Desa Onohondrö ke Sidang Paripurna DPRD sehingga diharapkan ada penganggaran dana khusus dari Pemerintah Provinsi untuk Desa Onohondrö.

Anggota DPRD Sumatera Utara, Penyabar Nakhe |Foto: istimewa 

Sebelumnya dalam sambutannya, Kepala Desa Onohondrö, Temaziso Hondrö, menyatakan senang sekali mendapatkan kunjungan dari anggota Komisi E DPRD Provinsi Sumatera Utara, Penyabar Nakhe, karena jarang ada pejabat yang mau mengunjungi Desa Onohondrö. 

"Selama ini kami merasa kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah, terlihat dari beberapa hal seperti Aliran Listrik baru masuk ke Desa Onohondrö pada tahun 2018 lalu, Akses jalan ke Desa baru dibuat pada tahun 2020, Rumah adat yang berusia lebih dari 400 tahun yang ada di desa ini belum pernah mendapatkan perhatian dari pemerintah untuk dukungan dalam hal perawatan, Air Terjun Zumali yang ada di desa ini, airnya ditampung di semacam telaga, sehari-harinya warga desa mengambil air di sana untuk air minum. Hal ini memerlukan dukungan dari Pemerintah Kabupaten dan Provinsi agar nantinya ada program untuk bisa mendistribusikan air ke desa," harap Temaziso. 

Berdasarkan hal itulah dirinya menyatakan bahwa masyarakat sangat mendukung program desa wisata yang akan dilaksanakan di desanya, dengan harapan program ini dapat meningkatkan perekonomian masyarakat desa. 

Selanjutnya tokoh adat di desa itu, Yohanes menyebutkan bahwa senang ada pihak luar desa yang mau peduli dengan Desa Onohondrö, terutama karena program tersebut bertujuan untuk melestarikan budaya dan alam desa. 

Dia juga menyampaikan sejumlah informasi terkait kekayaan budaya di Desa Onohondrö antara lain, nama Desa Onohondrö berasal dari nama bangsawan Nias yang pertama kali membangun rumah adat besar di sana, sehingga kemudian dijadikan marga Hondrö, Desa ini tidak besar, namun memiliki kekayaan berupa 24 rumah adat, termasuk sebuah rumah raja terbesar kedua di Nias Selatan yang diperkirakan berusia sekitar 400 tahun yang sebenarnya indah tapi mengalami kerapuhan di sana-sini karena termakan usia. 

Dia juga menjelaskan bahwa di dalam rumah raja tersebut masih bisa dijumpai tempat untuk penghakiman bagi warga yang memiliki kesalahan.

Yohanes Hondrö sebagai keturunan langsung Marga Hondrö sangat prihatin dengan kurang pedulinya pemerintah terhadap perawatan rumah adat terbesar kedua di Nias Selatan. 

Ditambahkannya kondisi rumah adat saat ini sudah mau roboh karena kayu-kayunya yang mulai lapuk, masyarakat desa kini hampir tidak sanggup lagi untuk merawatnya, karena biaya perawatan yang mahal, dan dana desa pun tidak cukup bila dialokasikan untuk perawatan rumah adat. Dengan adanya program wisata desa ini, dia pun berharap ekonomi masyarakat desa bisa meningkat. 

Seterusnya dalam keterangannya, mantan Wakapolres Nias Selatan, Marthin Luther Dachi yang merupakan putera daerah Desa Onohondrö mengatakan bahwa dulu di desanya itu terdapat budaya yang terkenal di masa lampau, yaitu Ritual Famadaya Harimau, berupa simbolis pembersihan (memandikan) replika harimau, yang kemudian airnya dibuang di air terjun Zumali. 

Upacara ini, kata dia dilaksanakan setiap 7 tahun sekali, yang dilakukan untuk mencegah penyakit, bala bencana, dan energi-energi negatif, dengan ruang lingkup bukan hanya Desa Onohondrö, tapi juga kawasan desa-desa di sekitarnya.

Dia juga mengatakan, bahwa tradisi Ritual Famadaya Harimau yang merupakan budaya khas Desa Onohondrö yang tetap harus dilestarikan, sehingga tidak pernah hilang dan terus diingat oleh masyarakat modern di Era 4.O ini.

Sementara itu, Camat Gunungsitoli Barat, Arianto Zega yang datang bersama rombongan Penyabar Nakhe menceritakan bahwa saat ini ada 3 desa di Kecamatan Gunungsitoli Barat, Kota Gunungsitoli, yang juga sedang mengembangkan program desa wisata, atas dorongan dari Penyabar Nakhe dan dampingan dari Perkumpulan HIDORA. 

"Saya melihat potensi budaya dan alam yang luar biasa di Desa Onohondrö. Untuk itu saya menghimbau kepada masyarakat, BPD, Pemdes, dan Tokoh adat, untuk mau bekerja sama dan sama-sama bekerja dalam mewujudkan desa wisata di Desa Onohondrö," himbaunya.

Dia juga mengharapkan agar desa ini menjadi desa yang produktif bukan konsumtif yang hanya menunggu anggaran dari pemerintah pusat. Desa harus bisa menunjukkan kepada publik dan kepada pemerintah pusat bahwa program-program di desa bisa berjalan dengan baik, sehingga anggaran-anggaran dari kementerian yang terkait dengan program, nantinya dapat disalurkan ke Desa Onohondrö. 

Selanjutnya Ketua Perkumpulan HIDORA, Tri Andri Marjanto mengaku sangat antusias dengan potensi budaya yang masih terjaga, dan alam yang indah yang dimiliki Desa Onohondrö. Dia menjelaskan bahwa HIDORA adalah lembaga yang bergerak dalam bidang pemberdayaan dan pendampingan masyarakat dalam mengembangkan wisata desa, dengan tujuan utama untuk melestarikan budaya dan mengkonservasi alam serta lingkungan hidup. 

"Kepariwisataan akan cepat berkembang apabila dikuatkan dengan adanya isu budaya dan isu lingkungan hidup. Kedua isu ini sangat menarik bagi segmen pariwisata internasional, dan tentunya berpotensi untuk mendapat dukungan dari pemerintah," sebut Marjanto

Berdasarkan pengalaman HIDORA kata Marjanto, dalam mengembangkan berbagai desa wisata di Indonesia, program wisata desa terbukti cukup berhasil untuk meningkatkan ekonomi masyarakat, karena masyarakat menjadi subjek yang terlibat langsung dalam setiap kegiatan desa wisata, termasuk di berbagai bisnis turunan desa wisata seperti UMKM yang membuat produk-produk lokal yang akan menjadi ciri khas desa, serta dalam pengembangan jasa wisata. 

"Untuk bisa menjadi desa wisata, sangat diperlukan kekompakan antara masyarakat, Pemdes, BPD, tokoh agama, dan tokoh masyarakat. Setelah kekompakan terjalin di desa, maka harus dibangun koneksi, kolaborasi, sinergi dan integrasi antara desa dan pemerintah daerah hingga pusat serta berbagai stakeholder terkait," paparnya.

Menurutnya untuk memajukan dan memasarkan desa wisata. Pembentukan desa wisata bisa dilakukan dalam waktu cepat, tetapi tetap membutuhkan waktu 2-3 tahun untuk bisa dirasakan hasilnya berupa peningkatan ekonomi masyarakat desa. (Ferry Harefa)

Iklan

Loading...
 border=