Terbaru

Kota Gunungsitoli Mulai Menggeliat Dibawah Kepemimpinan "LASO"

Wajah kota Gunungsitoli di sore hari |Foto:
Istimewa
Oleh: Adrianus Aroziduhu Gulo

Kota Gunungsitoli yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor: 47 Tahun 2009, tentang Pembentukan Kota Gunungsitoli di Provinsi Sumatera Utara, tanggal 26-11-2009 terdiri dari enam kecamatan yaitu : Kecamatan Gunungsitoli Utara,Kecamatan Gunungsitoli, Kecamatan Gunungsitoli Selatan, Kecamatan Gunungsitoli Alooa, Kecamatan Gunungsitoli Idanoi dan Kecamatan Gunungsitoli Barat.

Keenam kecamatan tersebut secara pelan-pelan, tetapi pasti mulai berbenah terutama Kecamatan Gunungsitoli dengan membangun sarana dan prasarana umum, salah satu diantaranya yaitu tempat publik.
Walikota Gunungsitoli Ir. Lachomizaro Zebua-Wakil Walikota Gunungsitoli Sowa’a Laoli,SE.M.Si, faham betul kerinduan dan keinginan masyarakat kota Gunungsitoli yang mendambakan tempat publik sebagai tempat rekreasi, tamasya untuk menghilangkan kejenuhan dan sekaligus sumber inspirasi.

Untuk mewujudkan kerinduan masyarakat tersebut, maka pada tahun 2018 Pemerintah Kota Gunungsitoli membangun beberapa ikon kota Gunungsitoli sebagai berikut :

1. Tugu Gempa Dan Air Mancur

Gempa tektonik yang melanda kepulauan Nias dengan meluluhlantakan sarana prasarana umum maupun pribadi sebanyak dua kali dalam tempo waktu yang sangat dekat yaitu:  Gempa tanggal 26-12-2004 dengan kekuatan 8,2 S.R. dan gempa tanggal 28 – 3- 2005 dengan kekuatan 8,7 S.R.

Kedua gempa tesebut membuat masyarakat Nias trauma, sehingga sulit   dilupakan. Terkecuali mereka yang tidak berada di Nias saat gempa, tidak merasakan langsung.

Tugu gempa dan air mancur dibangun di tempat yang sangat strategis yaitu: berada di antara  Pendopo Nias(barat)-Pelabuhan Lama Gunungsitoli/pos Polisi(timur)-Mesjid Agung Gunungsitoli/Kantor Cabang BRI(selatan)-Kantor Pos dan pusat Pasar Gunungsitoli (utara), sehingga semua orang yang bekunjung ketempat tesebut di atas dan melewati jalan Gomo-jalan Sirao dapat menikmati keindahan tugu dan air mancur tesebut. Apalagi dimalam hari semakin indah karena dilengkapi lampu warna-warni.

Pada sore hari maupun malam hari, banyak orang berdiri maupun duduk di pelantaran tugu untuk menikmati indahnya Tugu dan Air Mancur yang turun naik airnya sesuai irama mesinnya. Secara jujur penulis mengatakan bahwa saat   membawa cucu-cucu jalan-jalan malam hari sekitar pukul 20.00 Wib,  kami berhenti beberapa menit di dekat Tugu. Cucu-cucu penulis yang masih polos berteriak : Kakek, cantik.... airnya naik-turun...Betapa senangnya mereka.

Tugu gempa dan air mancur, selain sebagai tempat publik, juga, mengandung nilai historis yaitu sebagai tanda penghargaan kepada korban gempa, karena darah dan jiwa mereka kepulauan Nias, khususnya kota Gunungsitoli menjadi perhatian dunia dan pemerintah pusat maupun provinsi. Salah satu contoh Rumah Sakit Umum Gunungsitoli (masih dikelola oleh pemerintah Kabupaten Nias) biaya pembangunannya berasal dari bantuan dan atau hibah pemerintah/donatur dari Malasiya.

Sudah sepantasnya kita yang masih hidup tidak melupakan pengorbanan mereka,  yang  meninggal maupun cacat seumur hidup yang ditimpa bangunan karena gempa. Peringatan bencana gempa tiap tahun perlu dilestarikan, kendatipun dalam acara sederhana, itu juga merupakan wujud perhatian dan penghargaan kepada semua korban gempa.

Penulis pun saat memimpin Kabupaten Nias Barat, tahun 2013 atau tahun 2014(tidak tahu persis tahunnya) telah membangun sebuah ‘Tugu Gempa dan Tsunami di Desa Sisarahili Kecamatan Mandehe Barat. Walaupun tidak semegah Tugu Gempa di Gunungsitoli.

Kita berharap pemerintah yang sekarang atau yang akan datang dapat membangun yang lebih bagus lagi. Tempat tugunya dipertahankan, karena di desa tersebut terbanyak korban Tsunami. Apakah bisa dipindahkan di ibu kota kabupaten Nias Barat(Onolimbu)dan dijadikan sebagai ikon kabupaten? Jawabannya: Tidak.









2. Tugu Durian

Durian di Nias punya ciri khas tersendiri yang tidak dimiliki oleh durian di daerah lain. Apa itu? Daging durian nias berwarna kekuning-kuningan, bici dalamnya kecil, lesat/enak/manis dimakan.

Apabila tidak tahan selera bisa melalap habis tiga buah durian ukuran sedang. Hati-hati saja, sesampai di rumah makan obat colestrol dan asam urat. Jika lupa, badan bisa pegal- pegal dan meriang-riang. Akan tetapi jangan takut, itu hanya sifatnya sebentara, apalagi kalau hanya sekali itu makan durian, hehehehe.....

Tugu ini, juga, tempatnya sangat idel, di bangun dekat pantai di samping Taman Yaahowu, dekat beberapa toko dan pusat pasar Yaahowu dan dekat Klinik Sehat. Sehingga orang yang sudah jenuh di taman yaahowu pergi ke tugu durian untuk melihat-lihat sekaligus selfie, terutama mereka anak muda dan punya pacar. 

Tempat ini menjadi idola mereka untuk befoto bersama pujaan hatinya.
Demikian juga, orang yang selesai belanja dari toko dan Pasar Yaahowu mampir sebentar melihat Tugu Durian sekedar berfoto atau melepas pusing/pening karena uang sudah habis dibelanjakan. Dan yang lebih penting lagi, jika ada diantara pengunjung sakit, bisa berobat di Klinik Sehat. Inilah kehebatan perencaan Pemerintah Kota Gunungsitoli. Lanjutkan pak Wali untuk menata kota Gunungsitoli menjadi “kota maju” yang berdaya saing, masyarakat berdiri di belakang, masyarakat mendukung.

Kota Gunungsitoli harus menjadi pusat ekonomi di kepulauan Nias dengan menyediakan jasa transportaksi, jasa keuangan, jasa akomodasi(hotel), jasa hiburan,dll. Sehingga seluruh masyarakat Nias tertarik mengunjungi kota Gunngsitoli.
Tugu  Durian sebelum diresmikan sempat viral di media sosial, karena buah durian yang dibuat di atas tugu mirip  buah nangka, durinya kecil-kecil. Untung Pemerintah Kota Gunungsitoli  tanggap memerintahkan unit kerja   yang membidangi agar rekanan segera pemperbaiki dengan menyesuaikan bentuk buah durian Nias atau sekurang-kurangnya mirip dan mendekati buah durian asli Nias, sehingga tidak menjadi bahan diskusi di medsos.

Seyogyanya makna dari tugu durian tersebut tidak terletak pada bentuk buah durian yang dibuat atau diletakan di atas tugu, melainkan bermakna bahwa durian nias punya ciri khas dari segi rasa, karena itu perlu dilestarikan dan dipertahankan agar tidak punah dan tinggal kenangan.

Diharapkan pohon-p0hon durian yang masih ada di desa-desa dipelihara dan dirawat dan jangan ditebang untuk dijadikan papan atau dalam bentuk lain kemudian dijual. Apabila demikian, durian nias akan punah dan tinggal kenangan.


3. Tugu Meriam

Senjata berat ini merupakan peninggalan penjajah dan sudah lama berada di simpang Kampung Baru Kelurahan Ilir Gunungsitoli sebagai besi tua dan tidak terawat serta banyak orang menganggap tidak punya nilai historis. 

Setelah para sejarahwan dan budayawan kota Gunungsitoli mepelajari dengan membaca beberapa buku referensi dan cerita dari orang-orang tua yang hidup pada jaman Belanda dan Jepang ternyata orang Nias banyak pejuang kemerdekaan dan yang menjadi korban penjajah (sayang tulisan tentang ini jarang ditemukan). 

Selain korban jiwa, ada juga korban harta benda yang dirampas tanpa ampun serta anak-anak gadis cantik yang menginjak dewasa diambil serdadu Jepang menjadi pemuas nafsu birahinya. Sehingga saat itu banyak gadis-gadis nias bersembunyi dan berpakaian jorok/robek/compang- camping agar tidak nampak cantiknya.

Mereka takut dan tidak mau dijadikan pemuas nafsu birahi oleh penjajah. Apabila itu terjadi merupakan aib dan sangat memalukan keluarga /famili.
Sangat menyedihkan, mereka lebih baik mati daripada dijadikan budak seks oleh penjajah. Itulah cara mereka saat itu menjaga harga diri dan martabat keluarga/famili. Tidak berlebihan mereka itu dapat disebut “pahlawan tanpa nama”
Siapa berani melawan? Tidak ada. 

Mengapa ? Selain penjajah punya senjata lengkap dari senjata ringan sampai senjata berat(alat itulah yang dijadikan menakut-nakuti masyarakat), dan memiliki kekuasaan yang tidak dapat dibantah, juga, masyarakat nias saat itu belum banyak yang berpendidikan, sehingga tidak mengerti cara melindungi hak-haknya. Mereka pada umumnya pasrah tanpa perlawanan. Begitulah sakit dan pahitnya dijajah.

Dengan membangun Tugu Meriam di simpang Kampung Baru Kelurahan Ilir Gunungsitoli, selain menambah jumlah ikon di kota gunungsitoli, juga mempunyai arti bahwa Pemerintah Kota Gunungsitoli menghargai para korban fisik (mati) maupun Psykis  (dirampas harta benda dan anak gadisnya) oleh penjajah tanpa rasa kemanusiaan. Untuk itu perlu diapresiasi dan dihargai sebagai bukti sejarah sekaligus memperindah kota Gunungsitoli.

Pembangnan tugu gempa, tugu durian, tugu meriam tersebut adalah pembangunan monumental dan menjadi ikon kota Gunungsitoli dalam mendukung pembangunan kepariwisataan. Memang, untuk membangun sebuah daerah, perlu daya tarik, perlu ikon. Tidak berlebihan, penulis menilai kota Gunungsitoli mulai “menggeliat”, mengambil ancang-ancang untuk lompatan yang jauh ke depan dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat di kota Gunungsitoli. Ini hakekat otonomi, kepala daerah dan wakil kepala daerah harus mampu menterjemahkan apa keinginan dan harapan masyarakat, menggeliat untuk mensejahterakan masyarakat.

Pembangunan kota Gunungsitoli menjadi keniscayaan, karena kota Gunungsitoli memiliki posisi strategis sebagai pintu gerbang Kepulauan Nias dan kutub pertumbuhan bagi daerah-daerah otomom lainnya di wilayah Kepulauan Nias. Dengan demikian, kondisi eksisting kota Gunungsitoli merupakan pusat berbagai aktifitas dan tujuan kepentingan banyak orang, yang dari waktu ke waktu terus mengalami peningkatan intensitas yang cukup signifikan, sehingga sangat berdampak terhadap kondisi dinamika sosial kemasyarakatan dalam berbagai aspek dan dimensi pembangunan.

Demikianlah tulisan ini, dengan harapan pemerintah Kota Gunungsitoli tidak berhenti sampai disini, melainkan terus berupaya melakukan terobosan untuk meningkatkan  Kota Gunungsitoli menjadi tempat sejuk, indah, tenteram dan aman. Kepada masyarakat marilah merawat ikon-ikon yang ada di gunungsitoli sebagai milik bersama. S e m o g a.!.

Penulis : A.A Gulo

Iklan

Loading...
 border=